Cerita Seram Kuntilanak di Pohon Beringin

Cerita Seram Kuntilanak di Pohon Beringin


Kuntilanak yang akan Di ceritakan ini sering muncul dan menampakan dirinya di atas pohon Beringin. Konon, pohon itu memang merupakan tempat tinggal si Kuntilanak. Peristiwanya memang sudah lama terjadi. Waktu aku masih remaja dan belum menikah. Ketika itu saya masih tinggal dengan orang tua angkat yang kebetulan menjabat sebagai kepala sekolah SDN 92 Mentok, Bangka. Jadi, kami tinggal di rumah dinas dekat sekolah dimaksud. Kebetulan juga, SDN 92 Mentok termasuk sekolahan paling tua di kota ini.

Ketika itu saya termasuk remaja yang bandel. Salah satunya saya sering keluar malam bersama teman-teman dengan menggunakan sepeda. Kami sering pergi menonton pertunjukkan musik dan layar tancap. Walau pun tempat pertunjukkan itu jauh, bukan halangan bagi kami untuk mendatanginya. Saya pun sering pulang sampai larut malam, bahkan hingga menjelang pagi. Pokoknya, saya jarang tidur di rumah. Hingga pada suatu malam, malam Jum’at Kliwon. Malam itu saya merasa sangat suntuk, sebab semua lamran pekerjaan yang saya kirimkan tidak ada satu pun kabar pemanggilannya. Tiba-tiba datanglah serombongan teman-teman mengajakku menonton pertunjukan film di gedung serba guna di kawasan tempat pengolahan biji timah, atau yang biasa disebut Peltim. Aku pun segera berangkat.

Singkat cerita, usai pertunjukan, karena hari sudah larut malam jadi kami memutuskan langsung pulang. Saat mau membukan kunci pengaman sepeda ternyata kuncinya macet. Karena lama membukanya saya pun ditinggal. Jadi saya pulang sendirian. Sesampai di rumah waktu menunjukkan pukul 01.30 WIB. Karena takut mengganggu, akhirnya saya langsung ke belakang rumah, disana terdapat gudang tua sekolah SD itu.

Aku pun tiduran dengan posisi terlentang dan tangan dilipat di atas dahi, dengan posisi kaki agak mengangkang. Malam makin bertambah larut, mataku belum juga terpejam. Tiba-tiba terdengar suara sayu-sayup memanggil namaku. Kedengarannya dari arah belakang gudang. Ya, dekat pohon beringin. Suara itu mirip sekali dengan suara temanku, akan tetapi tidak saya hiraukan. Namun suara tersebut makin lama makin dekat dan terus memanggil: “Dik…Dik…Marsudik!” “Bukakan pintu, dong, Marsudik!” bunyi suara itu memanggil namaku. Akan tetapi saya tetap tidak menghiraukannya.

Aneh, akhirnya pintu gudang terbuka sendiri. Kemudian telihat jelas olehku sesosok wanita bergaun putih, dengan rambut hitam lebat panjang sampai kelantai. Muka tak terlihat, ditutupi rambutnya. Dia seperti melayang, mendekat ke arahku. Ya, sedikit demi sedikit makhluk itu mendekatiku. Saat dia mengangkatkan tangannya kedepan terlihat kukunya yang sangat panjang dan tajam. Kemudian dia duduk di antara kakiku yang terbuka itu. Waktu itu aku sudah terbaring kaku, tidak bisa bergerak lagi. Bahkan, mulut pun terasa bisu. Kemudian, tangan si Kuntilanak perlahan-lahan kedepan, maksudnya ingin meraih dan menarik kemaluanku.

Saya sudah pasrah, namun masih berharap bisa merapatkan kedua kakiku, sehingga si Kuntilanak terjepit dengan keras. Tapi tidak bisa. Aku coba berdoa sebisanya di dalam hati. Akhirnya, Kuntilanak itupun merasa panas. Dia kemudian terbang keluar sambil tertawa, lalu aku yang sejak tadi berusaha merapatkan kedua kaki pun baru bisa terlaksana, sehingga kedua belah kakiku berbenturan sangat keras. Sakitnya luar biasa. Sambil merasakan kesakitan aku pun masih bisa mencaci maki Kuntilanah itu. Tetapi dia terus tertawa dan akhirnya hilang. Kejadian ini membuatku tidak bisa tidur sampai pagi.

Anehnya, siang harinya saya merasa senang sebab seperti ketiban bulan mendapat panggilan kerja di perusahaan terbesar di Bangka, serta langsung diangkat karyawan tetap hingga sekarang. Kata orang, kalau kita bertemu dengan Kuntilanak, maka kita akan mendapat peruntungan. Benarkah? Ah, mungkin saja. Kuntilanak di Perumahan Suradita Permuhan Suradita Cisauk, Serpong, Kab. Tanggerang, banyak dihuni Kuntilanak. Endang dan Maya, warga perumahan membeberkan kesaksiannya. Pada pertengahan September 2003, hari kamis malam Jum’at Kliwon, Endang dan Maya baru saja pulang dari rumah temannya yang sedang merayakan pesta ulang tahun. Sekitar pukul 22.30 WIB. Mereka pulang terburu-buru karena hujan akan turun.

Sesampai di depan sebuah rumah kosong, tepatnya di jalan Kenanga, Endang dan Maya mendengar suara tawa dari arah rumah itu. Suara tawa tersebut semakin lama semakin jelas terdengar. Mereka kaget, karena mereka tahu kalau rumah itu tidak ada penghuninya. Kemudian mereka melihat ke arah rumah itu dan suara tawanya pun hilang. Namun, tiba-tiba muncul bayangan putih yang sangat jelas berupa perempuan berpakaian serba putih, mukanya pucat dan mulutnya bertaring. Melihat pemandangan seperti itu langsung membuat Endang dan Maya ketakutan. Mereka pun segera lari. Tapi anehnya mereka hanya berlari di sekitar rumah kosong itu saja. Akhirnya mereka berhenti berlari karena letih. Dan, suara tawa kembali terdengar bergantian dengan suara orang menangis.

Anehnya, bayangan perempuan tadi menghilang. Kejadian seperti itu berlangsung sekitar lima belas menit. Setelah itu suara dari rumah kosong berhenti. Mereka pun langsung pulang. Keesokkan harinya, Endang menceritakan kejadian yang dialaminya bersama Maya kepada Ibu Suhaya, 50 tahun, warga asli Desa Suradita yang tahu persis sejarah tempat tersebut. “Dulu sebelum perumahan ini di bangun di sini banyak sekali pohon-pohon besar, dan setiap malam Jum’at Kliwon sering terdengar suara orang menangis dan suara orang tertawa,” tutur ibu Suhaya. Mungkin, karena tempatnya dulu sudah hilang, maka jin-jin tersebut mencari tempat baru, dan rumah-rumah kosonglah yang mereka pilih.