Masih ingatkah kita dengan kata-kata ini:
Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!
Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu
Itulah kutipan sederhana dari Pidato Presiden Soekarno yang digelorakan penuh semangat pada 27 Juli 1963. Pidato tersebut disuarakan dalam rangka protes Indonesia tentang pembentukan negara Malaysia yang kala itu dianggap Soekarno sebagai negara Boneka Inggris di Asia Tenggara.
Sebelumnya memang hubungan kedua negara satu rumpun tersebut sudah tidak harmonis. KBRI Indonesia dirusak oleh para pengunjuk rasa. Ada pula isu bendera merah putih dan lambang negara diinjak-injak. Mendengar peristiwa tersebut Soekarno Geram.
Puncaknya, Soekarno langsung mencetuskan Dwikora (Dwi Komando Rakyat) yang isinya:
1. Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
2. Bantu Perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia.
2. Bantu Perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia.
Inilah peristiwa yang mengawali istilah ganyang Malaysia berkumandang di seluruh nusantara. Ribuan orang mendaftarkan diri sebagai sukarelawan bergabung bersama pasukan TNI untuk berperang di perbatasan Kalimantan Utara dan Sabah-Serawak. Pecahlah perang gerilya antara Indonesia dan malaysia di pulau Borneo itu.
Dengan perjuangan yang tidak kenal lelah ditambah semangat yang kian membara akhirnya TNI dibantu rakyat yang menjadi sukarelawan berhasil mendesak pasukan Malaysia. Buntutnya Malaysia langsung meminta bantuan Inggris. Tidak lama kemudian Inggris langsung mengirimkan sekitar satu batalyon pasukan komando Special Air Services (SAS) yang terkenal sebagai pasukan elite terbaik yang dimiliki oleh Inggris. Selain itu Inggris juga mengutus pasukan Gurkha dan SAS tambahan dari Selandia Baru.
Perang berlangsung kurang lebih selama tiga tahun. Jatuhnya Soekarno sebagai presiden RI yang digantikan Soeharto adalah akhir dari perang tersebut, Soeharto kemudian tidak mau meneruskan konflik tersebut dan lebih memilih hidup damai dengan negara serumpun itu.
Hingga saat ini tidak mengherankan jika sering terjadi gesekan diantara kedua negara, mulai dari masalah perbatasan hingga masalah perlakuan tenaga kerja Indonesia di Malaysia.