Tampilkan postingan dengan label Tata Cara Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tata Cara Islam. Tampilkan semua postingan

Kenapa Makan dan Minum Sambil Berdiri Dilarang dalam Islam??


Kenapa Makan dan Minum Sambil Berdiri Dilarang dalam Islam??Kalau kita liat iklan di tv maka makan dan minum sambil berdiri bukan hal yang asing lagi. Coba deh kalau teman-teman amati iklan – iklan di tv. Minum sambil berdiri dan mengggunakan tangan kiri seperti menjadi hal yang wajar. Belum lagi kalau kita datang keacara kondangan teman. Makan sambil berdiri sepertinya sudah menjadi kebiasaan yang dianggap modern. Pasalnya orang – orang barat juga makan sambil berdiri. Sebenarnya oke – oke aja nyontek, asal hal yang baik yang dicontek.  Kalian harus tau nih kalau makan dan minum sambil berdiri itu nggak oke banget. Nggak bagus banget buat kesehatan kita.

Makan dan Minum sambil berdiri dilihat dari kacamata ilmiah:

Saat kalian minum sambil berdiri maka sfringer (suatu struktur maskuler berotot yang bisa membuka dan menutup agar  air kemih bisa lewat) yang ada dalam tubuh kita nggak akan terbuka. Karna sfringer dalam tubuh hanya akan berfungsi ketika kita minum sambil duduk. Otomatis saat minum sambil berdiri maka air akan masuk begitu saja tanpa disaring oleh sfringer dan langsung menuju kandung  kemih. Nah air yang nggak tersaring tadi akan mengakibatkan terjadinya pengendapan di saluran sepanjang  saluran kemih. Karna sfringer nggak berfungs maka air yang mengandung kotoran akan membuat masalah. Pasalnya kotoran yang dibawa air tadi akan mengendap dan bisa mengakibatkan penyakit kristal ginjal yang berbahaya untuk ginjal kita.

Selain itu saat kalian minum sambil berdiri maka cairan akan jatuh dengan keras dan menabrak  dasar usus dengan keras. Kalau satu atau dua kali mungkin nggak akan berpengaruh pada saluran pencernaan kita. Tapi, kalau terjadinya setiap hari dan berulang – ulang pasti usus akan melar dan membuat saluran pencernaan nggak berfungsi lagi. Hal ini juga berlaku buat makanan guyz. Kita nggak boleh makan sambil berdiri. Saat tubuh berdiri maka keadaan tubuh dalam posisi tegang yang mana akan membuat pusat saraf bekerja lebih keras untuk mempertahankan keseimbangan. Makan dan minum sambil berdiri yang terjadi berulang –ulang juga akan membuat lambung menjadi luka. Saat makan dan minum sambil berdiri maka akan terjadi refleksi pada saraf. Jika refleksi yang terjadi sangat keras dan tiba – tiba, maka mengakibatkan saraf tidak berfungsi dan bisa membuat detak jantung berhenti berdetak yang bisa mnyebabkan pingsan atau kematian mendadak. Miss Poli dan Mr Poli juga harus tau kalau 95 % luka pada lambung terjadi pada tempat yang biasanya terjadi benturan saat makanan dan minuman masuk.

Hukum Makan Dan Minum Sambil Berdiri dalam Islam:
Jawaban :
Makan dan minum sebagai salah satu aktivitas manusia adalah perbuatan mubah. Namun, syariat yang mulia ini tetap memberi aturan sebagaimana perkara-perkara lainnya, agar sesuatu yang mubah ini bisa bernilai ibadah dan bisa mendatangkan kemaslahatan. Diantaranya adalah dengan menetapkan tuntunan  atau adab-adabnya.
Sehingga wajar kemudian timbul pertanyaan, apakah aktivitas mengkonsumsi makanan ini boleh dilakukan dengan berdiri ? apakah hal tersebut bertentangan dengan adab makan dan minum yang digariskan syariat ? Hal inilah yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini.
Faktanya, memang ada beberapa hadits yang sepintas saling bertentangan, antara yang melarang makan dan minum sambil berdiri dengan yang membolehkannya. Dalam al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah dikatakan : Adalah Nabi ydahulu minum dengan duduk, ini adalah kebiasan beliau. Dan shahih dari Nabi bahwa beliau melarang minum sambil berdiri, dan shahih pula beliau memerintahkan oaring yang minum sambil berdiri untuk memuntahkannya, namun shahih pula (riwayat ) bahwa beliau pernah minum sambil berdiri.[1]
1.   Hadits-Hadits yang melarang 

عن أنس، عن النبي صلى الله عليه وسلم، «أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا»
Dari Anas a, beliau mengatakan bahwa Nabi y melarang sambil minum berdiri. Qatadah berkata : “Kami bertanya : ‘Bagaimana dengan makan (sambil berdiri) ?”. Beliau menjawab : “Hal itu lebih buruk  atau menjijikkan.” [2]
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَجَرَ عَنِ الشُّرْبِ قَائِمًا»
Dari Abu Sa’id al-Khudriy a, beliau mengatakan bahwa Nabi y melarang minum sambil berdiri. (HR. Muslim no. 2025)
Sedangkan dalam hadits lainnya, bahkan Rasulullah y sampai memerintahkan agar mereka yang minum sambil berdiri untuk memuntahkannya.[3]
2.   Hadits-hadits yang menunjukkan kebolehannya
Sebaliknya, bila temui adanya riwayat dari hadits-hadits nabawi yang melarang aktivitas mengkonsumsi makanan dengan berdiri, ternyata banyak pula hadits yang menyebutkan sebaliknya, berikut diantaranya :

أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا حَدَّثَهُ قَالَ: «سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ، فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ»
Dari Ibnu Abbas beliau mengatakan, “Aku memberikan air zam-zam kepada Rasulullah yMaka beliau lantas minum dalam keadaan berdiri.”[4]
أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، شَرِبَ قَائِمًا، فَنَظَرَ إِلَيْهِ النَّاسُ كَأَنَّهُمْ أَنْكَرُوهُ، فَقَالَ: مَا تَنْظُرُونَ  ؟ إِنْ أَشْرَبْ قَائِمًا، " فَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْرَبُ قَائِمًا، وَإِنْ أَشْرَبْ قَاعِدًا، فَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْرَبُ قَاعِدًا
“‘Ali bin Abi Thalib a minum sambil berdiri. Kemudian orang-orang memandangnnya dengan pandangan seakan-akan tidak suka. Kemudian ia bekata : “Kalian melihat (dengan tidak suka) aku minum sambil berdiri ? Padahal aku melihat Nabi y minum sambil berdiri. Dan bila aku minum sambil duduk, karena sungguh aku juga melihat beliau minum sambil duduk.” [5]
Dalam riwayat lain Ali bin Abi Thalib apernah berwudhu lalu meminum air sisa wudhunya sambil berdiri, kemudian beliau berkata :

بَلَغَنِي أَنَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ يَكْرَهُ، أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ، وَهَذَا وُضُوءُ مَنْ لَمْ يُحْدِثْ وَرَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ هَكَذَا
“Telah sampai kepadaku bahwasanya diantara kalian ada yang membenci minum sambil berdiri, sesungguhnya aku berwudhu ini sebelum aku batal, dan aku melihat Rasulullah melakukan seperti ini.”[6]
Dari Ibnu Umar beliau mengatakan,

كُنَّا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَأْكُلُ وَنَحْنُ نَمْشِي، وَنَشْرَبُ، وَنَحْنُ قِيَامٌ
“Di masa Nabi y  kami pernah makan sambil berjalan dan minum sambil berdiri.”[7]

Dengan adanya hadits-hadits di atas, ulama berbeda pendapat dalam menyimpulkan hukum makan dan minum sambil berdiri. 

1.   Makan dan minum boleh berdiri dan boleh duduk.
Kalangan ini berpendapat, bahwa makan dan minum boleh saja dikerjakan sambil duduk dan berdiri. Minum sambil berdiri dipandang boleh-boleh saja jika memang seseorang dalam kondisi berdiri dan tidak ada kemakruhannya. Hal ini karena kalangan ini berpendapat, hadits yang menyatakan bolehnya minum sambil berdiri menasakh hadits-hadits yang melarangnya.
Ini diketahui sebagai pendapat jumhur tabi’in[8] seperti : Sa’iid bin Jubair, Thaawus, Zaadzaan Abu ‘Umar Al-Kindiy, dan Ibrahim bin Yaziid An-Nakha’iy, imam Ahmad bin Hanbal dan yang masyhur dalam madzhabnya[9], Jumhur Malikiyyah.[10]

2.   Boleh makan dan minum sambil berdiri, namun duduk lebih utama.
 Jumhur ulama berpendapat bahwa minum sambil berdiri itu diperbolehkan.  Hal ini karena hadits yang melarang dipandang tidak lebih kuat dari yang membolehkan, hanya kemudian dipandang sebagai keutamaan.
Menurut pendapat ini, hadits-hadits pelarangan itu hanyalah makruh tanzih (makruh ringan), sedangkan perbuatan beliau (yang minum sambil berdiri) menjelaskan tentang kebolehannya. Hadis-hadis pelarangan dibawa kepada makna disukainya minum sambil duduk, serta dorongan kepada amal-amal yang lebih utama lagi sempurna. Pendapat ini adalah pendapat jumhur ulama, diantaranya adalah sebagian  kalangan Hanafiyyah, sebagian kalangan Malikiyyah, jumhur ulama Syafi’iyyah.[11]
An Nawawi t mengatakan : “Yang benar adalah makruh tanzihnya (Minum sambil berdiri). Adapun Nabi minum sambil berdiri menunjukkan kebolehan hal itu dilakukan.[12]

3.   Makan dan minum sambil berdiri adalah Haram.
Sebagian ulama lainnya berpendapat haram minum sambil berdiri, dan untuk makan lebih makruh lagi. Karena kalangan ini memandang hadits-hadits yang menyatakan kebolehan minum sambil berdiri di masnsukh oleh yang melarangnya. Ini diketahui sebagai pendapat Ibnu Hazm dan kalangan mazhab ad Dhahiri[13]

4.   Kebolehan dengan catatan tertentu
Ada yang mengatakan bahwa bolehnya minum sambil berdiri hanya jika ada hajat/keperluan; selain dari itu, maka dibenci. Ini merupakan pendapat Ibnu Taimiyyah, dan Ibnul-Qayyim.[14]
Manakah yang lebih utama untuk diikuti ?
Pendapat yangh rajih dalam masalah ini, dan lebih utama untuk diikuti adalah pendapat jumhur ulama, yakni pendapat yang menyatakan makan dan minum lebih utama dikerjakan dengan duduk, adapun bila dikerjakan dengan berdiri, maka itu makruh tanzih atau tidak mendapat keutamaan.[15]
Wallahu a’lam.
Anda telah membaca artikel dengan judul Kenapa Makan dan Minum Dilarang dalam Islam??.



Tata Cara Mandi Junub atau Mandi Wajib Menurut Islam

Tata Cara Mandi Junub atau Mandi Wajib Menurut Islam, pada artikel ini kita akan membahas Bagaimana Cara Mandi Wajib Atau Mandi Junub Menurut Ajaran Islam nah di sini saya akan share berikut Tips Tata Cara Mandi Wajib Atau Mandi Junub.

Sebagai orang islam khususnya anak remaja sudah mengalami yang namanya mimpi basah maka segeralah melakukan Mandi Wajib (junub). Adapun tata cara mandi junub bisa anda simak langkah-langkahnya dibawah ini:

1. Berniat dalam hati, tidak perlu dilafazkan. Contoh Niat, “Bismillâhi al-Rahmâni al-Rahîm, sengaja aku mandi wajib (membersihkan hadas dan najis) karena Allâh  subhânahu wata`âlâ.

2. Membasuh Seluruh Anggota Badan. Pada saat membasuh anggota badan, ada beberapa hal yang disunatkan:

a. Mulailah dengan mencuci kedua tangan tiga kali.

b. Kemudian membasuh kemaluan.

c. Lalu berwudhu’ secara sempurna, seperti halnya wudhu’ untuk shalat. Mulai dari sebelah kanan.

d. Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil menyelang-menyelangi rambut agar air sampai membasahi urat-uratnya. (ini khusus membasahi kepala saja atau sama dengan seseorang membersihkan rambutnya pakai shampo).

e. Lalu mengalirkan air keseluruh badan dengan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri tanpa mengabaikan kedua ketiak, bagian dalam telinga, pusar dan jari-jari kaki serta menggosok anggota tubuh yang dapat digosok. Mengalirkan air sedikitnya tiga kali. Selesai.

f. Khusus untuk perempuan yang berambut panjang tidak diwajibkan menguraikan rambutnya seperti laki-laki. Sabda Rasul Allâh SAW, “Bahwa seseorang perempuan bertanya kepada Rasul Allâh SAW: “Jalinan rambutku amat ketat, haruskah diuraikan jika hendak mandi janabah? ”Rasul AllâhSAW menjawab: “Cukuplah bila engkau menuangkan ke atasnya air tiga kali, kemudian engkau timbakan ke seluruh tubuhmu. Dengan demikian engkau telah suci.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Tirmidziy).

Sementara untuk mandi karena haidh dan nifas, tata caranya sama dengan mandi junub namun ditambahkan dengan beberapa hal berikut ini:
Pertama: Dianjurkan Menggunakan Sabun.
Hal ini berdasarkan hadis Aisyah radhiallahu ‘anha, yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haid. Beliau menjelaskan:
تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ. ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا
Kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu wudhu dengan sempurna. Kemudian  menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya agak keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian menyiramkan air pada kepalanya. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya.” (HR. Bukhari no. 314 & Muslim no. 332)
Kedua: Melepas gelungan, sehingga air bisa sampai ke pangkal rambut
Hadis di atas merupakan dalil dalam hal ini:
“…lalu menggosok-gosoknya agak keras hingga mencapai akar rambut kepalanya..”
Hadis ini menunjukkan tidak cukup dengan hanya mengalirkan air seperti halnya mandi junub, namun harus juga digosok, seperti orang keramas memakai sampo.
Semua aturan ini berdasarkan pemahaman prinsip-prinsip ajaran Islam, yang mengandung hikmah dan kebaikan untuk semua manusia, terutama sekali bagi umat islam, untuk menjaga kepuasan bagi sesama pasangan berdasarkan tujuan awal dari pernikahan yaitu ibadah kepada Allâh, serta untuk menjaga kelestarian keturunan, disamping suatu wadah penyaluran hasrat sex yang dimiliki manusia kepada lawan jenis secara sehat dan bermartabat lagi terhormat. Maka bertakwalah kepada Allâh dan ta`atlah.

Ketahuilah, pada hakekatnya maksud dari syari`at adalah mentaati Allâh secara mutlak, karena manusia hanya dapat mengkaji, memahami dan mengamalkannya berdasarkan kemampuan intelektual yang dianugerahkan-Nya.

Dalam berbagai literatur ditemukan banyak fatwa-fatwa ulama tentang perempuan, berkisar antara profesi dan status perempuan sebagai mitra laki-laki dalam urusan mu`amalah, namun dalam masalah ibadah, perempuan mendapat tempat tersendiri. Contoh, perempuan yang haid tidak diwajibkan melakukan shalat, sampai ia suci, dari haid atau bahkan dalam keadaan nifas juga termasuk dalam kategori ini. Contoh lain, seorang isteri yang ingin berpuasa sunat dalam keadaan yang sama ia harus menuhi hasrat seksual suaminya, pada saat itu, bagi sang isteri tidak ada pilihan lain, hanya memenuhi hasrat suaminya, dengan ikhlas, akan menjadi ibadah baginya, melebihi puasanya yang akan dilakukan.

Lelaki (suami) yang bertaqwa, tentulah tidak meminta istrinya membatalkan puasa, hanya karena ingin memenuhi hajat libidonya. Hamba yang mukmin dan muttaqin, tentulah mampu mengendalikan hasratnya.

Demikian Islam menghormati kaum laki-laki dan menghargai perempuan dengan pahala yang seharusnya berada dalam keinginan yang tidak terbayangkan. Dan banyak lagi peluang-peluang terhormat lainnya terkadang diabaikan atau bahkan meremehkannya. Nabi Muhammad SAW pernah mengisyaratkan, “kalaulah tidak dilarang makhluk menyembah makhluk, maka akan aku perintahkan isteri menyembah pada suaminya.”

Begitu berharganya penghormatan yang diberikan kepda sang suami. Konsekwensi dari penghormatan terhadap suami (lelaki) ini, maka seorang suami bertanggungjawab terhadap perlindungan dan kasih sayang tercurah dengan tulus kepada istrinya.

Di mata sang isteri hanya suaminya menjadi sanjungan, setelah kecintaan kepada Allâh dan Rasul.

Maklumilah, bahwa Allah pula yang mewasiatkan kepada setiap manusia agar menghormati dan berterima kasih kepada kedua orang tua (ayah dan bunda).  

Anda telah membaca artikel yang berjudul Tata Cara Mandi Junub atau Mandi Wajib Menurut Islam.