Filled Under:
Alkisah
Sahabatku menghamili istriku
Cerita ini di ambil dari sebuah pernyataan yg ga sengaja ane liat di acara nya global tv yaitu PENGAKUAN TERLARANG
Iya betapa tragis nya apa bila seorang yg sudah kita percaya dengan sekejap menusuk dengan sangat amat tajam dari depan dan belakang kita untuk kisa selanjut nya di simak aja gan,semoga menjadi patokan kita dalam memilih apa yg di sebut sebuah persahabatan dan pertemanan:
Sahabatku menghamili istriku
Oleh : sigit,
Namaku Sigit, sekarang aku berusia dua puluh delapan tahun. Aku punya seorang sahabat yang kemudian menjadi musuhku. Namanya Aldo. Aku dan Aldo sudah bersahabat sejak kecil. Kami bahkan sudah seperti saudara kandung. Karena kebetulan memang aku adalah anak tunggal, sementara Aldo adalah anak laki-laki satu-satunya dari tiga bersaudara. Rumahku dan Aldo bersebelahan, sehingga kami menjadi sangat akrab. Kami terbiasa berbagi tentang apapun, ngga ada yang kami tutup-tutupi. Awalnya aku merasa sangat beruntung punya sahabat seperti dia.
Aldo adalah tipe sahabat yang bisa diandalkan, karena dia selalu ada saat aku membutuhkannya. Dari kecil Aldo sudah menjadi seperti seorang malaikat pelindung bagiku. Aku selalu merasa aman jika dia ada di dekatku. Aku selalu berharap semua itu akan bertahan selamanya. Sebuah persahabatan yag abadi. Aku merasa hidupku benar-benar dipenuhi keberuntungan. Aku punya keluarga yang luar biasa, pekerjaan dan karir yang mapan, sahabat yang baik dan seorang istri yang sempurna. Aku seperti tak bisa menemukan kekurangan dalam hidupku. Hidupku seolah berjalan begitu sempurna. Kedekatanku dengan Aldo ternyata juga menular pada Karin, istriku.
Ia pun juga merasa nyaman bersama Aldo yang suda seperti saudara bagiku. Tak jarang Aldo datang dan menginap di rumah kami serta berbagi cerita tentang banyak hal. Tak ada yang berubah di antara aku dan Aldo, tak ada rahasia. Tak jarang Aldo sudah nongkrong di rumahku, ngobrol dengan Karin denga akrabnya sembari menungguku pulang dari kantor. Hal itu justru membuatku tenang, karena sudah pasti Karin ada yang menjaga, sebab aku juga sering pulang larut malam dari kantor. Bukti kalau aku selalu bisa mengandalkan Aldo sebagai malaikat pelindungku. Tetapi tiba-tiba petaka menghampiriku. Hidupku yang sempurna tiba-tiba saja dirampas dariku.
Dan yang membuatku sangat sakit hati adalah karena yang melakukannya justru Aldo, sahabat yang sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri. Aldo telah berubah menjadi orang paling kubenci di dunia ini. Aldo bagiku kini tak lebih dari seorang yang hina. Aldo yang begitu kupercaya, orang yang bahkan rela kupertaruhkan nyawaku untuknya telah menusuk aku dari belakang. Hari itu aku pamit akan tugas ke luar pulau selama dua bulan karena kantorku baru saja mendapat proyek yang besar. Karin melepasku dengan raut wajah yang sedih. Tentu berat baginya berpisah denganku dalam jangka waktu selama itu. Akupun merasa begitu, tapi apa daya, namanya tugas kan harus diselesaikan. Aku mencoba menenangkannya dengan berjanji akan selalu meneleponnya setiap ada kesempatan. Karin menjadi agak tenang setelah aku mengatakan bahwa Aldo akan memantau dan menjaganya selama aku pergi. Karin melepas kepergianku dengan wajah sayu, ia sepertinya tak rela aku pergi. Tapi aku harus pergi. Aku pun menuju ke bandara diantar oleh Aldo. Selama aku berada di luar pulau, seperti janjiku pada Karin, aku selalu berusaha menghubunginya setiap ada kesempatan.
Ia sering bercerita kalau Aldo selalu rajin datang dan menemaninya ngobrol, serta tak jarang menemaninya pergi. Aku lega karena istriku bersama orang yang dapat kupercaya. Tapi saat aku pulang dari luar pulau itulah malapetaka itu datang. Aku yang segera bercerita banyak pada Karin juga pada Aldo mendapati kenyataan yang menyakitkan. Aku yang memimpikan sambutan hangat dari istriku harus menelan kenyataan pahit. Pengakuan Karin yang tadinya sempat membuatku bahagia tiba-tiba saja membuatku naik pitam. Karin mengaku dirinya hamil. Tapi anak itu bukan anakku. Anak itu adalah anaknya dan….Aldo!! Tiba-tiba sekelilingku berubah gelap…tanganku spontan melyang menampar Karin yang tersungkur menangis sesenggukan. Dia berusaha memegangi kakiku sambil memohon ampun.
Permohonan dan tangisan yang tak lagi kupedulikan. Hanya satu yang aku pikirkan….Aldo. Aku ingin segera menghajarnya! Kutinggalkan Karin dan aku segera pergi ke tempat Aldo. Aku tak menggubris sambutan hangat yang munafik darinya saat aku muncul di depan pintu rumahnya. Langsung saja aku layangkan bogemku ke wajahnya disusul pukulan dan tendangan lain ke badannya disertai sumpah serapahku. Aldo tersungkur dengan babak belur menerima amarahku. Aku sendiri sudah kelelahan memukulinya. Amarah dan tangisku menjadi satu. Aku memandangi tubuh yang lebam itu dengan penuh kebencian. Ingin rasanya kubunuh orang ini.
Tapi entah darimana akal sehatku masih membuatku mengurungkan niat keji itu. Kuludahi orang yang pernah jadi sahabatku itu dan kutinggalkan dia dengan rintihannya meminta pengampunanku. Sudah setahun aku berpisah dari Karin. Kami belum bercerai. Aku tak pernah menjawab semua telepon atau SMS nya. Dia hidup membesarkan anak hasil hubungannya dengan Aldo, manusia br*ngs*k yang tak pernah kudengar lagi kabarnya sampai sekarang.